Selasa, 02 Desember 2008

Tipisnya Batas Malu dan Arogansi

PARADOKS KE-IBLIS-AN

“Dihadapan yang Maha Pengasih,
adalah sebuah dosa untuk sampai merasa
putus asa terhadap pengampunan-Nya”

Semua orang tahu bahwa Iblis adalah makhluk Tuhan yang dengan segala kemurkaan-Nya diusir dan dikutuk sepanjang zaman. Semua kitab agama selalu memiliki konsep hal ikhwal awal keterusiran manusia dari surga karena godaan Iblis. Ikrar Iblis untuk menggoda itu sendiri bermuasal dari rasa keki dia setelah dikutuk oleh Tuhan. Kuatnya godaan Iblis pula yang membuat Adam dan Hawa ternyata harus bernasib sama seperti Iblis : terusir dari surga atau nirwana. Namun apakah hanya sebatas itu pemahaman kita ? rasa-rasanya terlalu naif untuk menerima mentah-mentah seluruh cerita dari kitab suci agama-agama samawi itu. Marilah kita mencoba untuk membayangkan konteks peristiwa ketika Adam dibulatkan oleh Tuhan dan saat mana para makhluk ciptaan-Nya diminta untuk sujud pada Adam. Pertanyaan sederhana adalah : mengapa Tuhan dengan sangat tegas meminta seluruh ciptaanya saat itu untuk sujud kepada makhluk baru ciptaan-Nya sendiri ? bukankah jauh sebelum itu Tuhan telah memerintahkan seluruh makhluk hanya tunduk dan sujud hanya kepada-Nya saja ? apakah manusia dianggap Tuhan begitu mulianya sehingga layak disembah seluruh makhluk seperti halnya mereka menyembah kepada sang maha pencipta ? layakkah kita alamatkan sebuah ungkapan inkonsistensi atas diri Tuhan sendiri ketika memerintahkan itu ?

Dalam buku semi fiksinya, The Madness of God (2004), yang di terjemahkan dengan judul Iblis Menggugat Tuhan (2005), Shawni memberikan gambaran betapa Iblis dengan sangat lantang mengatakan bahwa semua peristiwa kejadian yang diceritakan dalam surah Al-Baqarah, Al Hijr, dan Q.S Al Kahfi tentang proses penciptaan manusia dan ihwal pembangkangannya pada Tuhan, adalah semata-mata by design (sesuai skenario) Tuhan sang maestro itu sendiri ! terungkap bahwa sejak awal sebenarnya Tuhan sudah akan menempatkan manusia di bumi sebagai khalifah, sehingga tidak ada alasan Adam dan Hawa harus berlama-lama di surga. Q.S Al-Baqarah 30 menyatakan bahwa jauh sebelum Adam dibulatkan, Tuhan sudah berkata kepada para malaikat, “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi,” nah … kita renungkan dulu ayat ini ! tidak pernah sekalipun Tuhan mengatakan bahwa Adam (dan mungkin Hawa serta anak kerurunannya kelak) diciptakan untuk mendiami surga. Tidak sekalipun ……! sejak semula kita seluruh umat manusia ini sudah di desain untuk hidup di dunia, dimuka bumi. Jadi kalaupun manusia Adam itu harus berada dulu di surga dan bersenang-senang disana, maka itu hanyalah sebatas transit semata. Artinya bagaikan pesawat yang berada di bandara transito, hanya singgah sebentar untuk kemudian melanjutkan perjalanan terbang kembali menuju bandara tujuan akhir. Adam dan Hawa pun Cuma singgah sebentar di surga untuk kemudian harus diturunkan ke bumi, sesuai dengan desain Tuhan tadi. Namun sangatlah tidak mungkin untuk menurunkan Adam dan Hawa dari surga ke bumi tanpa sebuah alasan yang kuat, yang pada intinya nanti akan membuat seluruh makhluk meragukan konsistensi Tuhan. Pada titik inilah desain godaan Iblis menemukan relevansinya. Artinya harus ada sosok penggoda yang akan menjerumuskan Adam dan Hawa, agar Tuhan punya argumen dan reasoning yang kuat untuk mengusir mereka dari surga, hal yang sama juga telah dilakukan untuk mengusir Iblis dari surga. Jadilah perlu sebuah drama pembangkangan dari Iblis atas diri Adam yang menyisakan dendam hingga akhir zaman. Iblis tak akan berani marah pada Tuhan (demikian kata Shawni !). Segala kemarahan dia tumpahkan pada manusia. Jadi drama pembuka pembangkangan Iblis adalah sebuah fragmen awal dan pengantar untuk masuk pada bagian skenario selanjutnya yakni : kemampuan menggoda Iblis atas diri Hawa yang kemudian menjerumuskan Adam melanggar perintah Tuhan. Padahal logika sederhana saja cukup mampu mementahkan cerita konteks penggodaan itu.

Saat itu Adam dan Hawa berada di taman surga, yang tentu saja sudah demikian steril dari keberadaan Iblis. Asal tahu saja Iblis sudah terlebih dahulu dilaknat dan dikutuk Tuhan, sehingga tidak mungkin doi masih berleha-leha ada di dalam surga. Jadi setelah kutukan , logikanya Iblis sudah tidak mungkin lagi berada di surga. Dalam koridor berpikir inilah kemudian menjadi sangat aneh ketika Iblis bisa mendekati dan membujuk Hawa untuk memakan “buah pengetahuan” yang otomatis melanggar perintah Tuhan. Lha wong mereka berdua berada di surga, dan Iblis tak akan bisa masuk ke sana ! jadi kalaupun rayuan itu mampu menembus diri Adam dan Hawa berarti mereka saat itu sama sekali tidak terjaga, bahkan akal mereka sendiri tidak mampu mereka gunakan. Padahal saat itu akal telah dianugerahkan oleh Tuhan. Jadi sangatlah jelas bahwa terdapat kemungkinan bahwa saat godaan datang itu mereka berdua (Adam dan Hawa) sudah tidak lagi berada di surga, melainkan di bumi. Kalau paham ini salah, maka sungguh Iblis menjadi makhluk paling beruntung. Setelah dikutuk oleh Tuhan, toh dia bisa saja dengan santainya keluar masuk surga, bahkan hanya untuk misi khusus dan maha penting, menggoda Adam dan Hawa ? emangnya Iblis kurang kerjaan ? seperti yang dipaparkan Shawni, sesungguhnya tidak ada satupun momen dalam fakta penciptaan itu yang tidak diketahui oleh Tuhan. Tepatlah pengakuan Iblis bahwa dirinya memang direncanakan oleh Tuhan untuk membangkang sujud pada Adam, dan menjadi bagian sebuah teori konspirasi besar dalam proses kehidupan manusia sepanjang zaman. Apakah kita mampu membayangkan betapa kagetnya Tuhan saat tiba-tiba Iblis tidak mau sujud pada Adam ketika itu ? tentu saja Tuhan tidak akan kaget karena : “sesungguhnya Dia mengetahui apa yang tidak kalian ketahui !” (QS. Al-Baqarah : 30). Jadi … dengan demikian seluruh proses pembangkangan Iblis, penggodaan pertama Iblis, dan keterusiran Adam dan Hawa ke bumi sesungguhnya sebuah konspirasi tingkat tinggi antara Iblis dan Tuhan yang pada intinya membuktikan kemaha Kuasaan Tuhan itu sendiri. Inilah yang disebut by design oleh Shawni !

Tentu saja cerita Shawni tidak berakhir disitu. Pada bagian akhir novelnya, dia menutup dengan sebuah (mungkin rangkaian cerita) betapa pembelaan diri Iblis tidak bisa ditolerir sedikitpun. Iblis sudah jelas makhluk pendusta. Pintar memutarbalikkan fakta dan realita. Kesimpulan Shawni adalah bahwa seluruh cerita Iblis itu hanyalah bualan belaka. Meskipun bualan itu nampak sangat masuk akal, namun hendaknya manusia harus tetap waspada dan terus berhati-hati. Diceritakannya bagaimana seorang pemuda yang jatuh cinta setengah mati terhadap ratu Balqis harus menerima kekalahan ketika dia tidak bisa lagi membedakan mana sosok Balqis dan mana sosok perempuan lain dengan wajah jelek yang tidak lain adalah Balqis itu sendiri. Maksudnya semua skenario yang dibuat Balqis memang sengaja untuk membuat sang pemuda teruji dengan sangat seberapa besar cintanya. Ternyata pemuda itu mencintai Balqis bukan untuk mendapatkan Balqis, namun untuk memenuhi hasrat egonya sendiri. Hanya untuk kepuasan dirinya sendiri. Inilah misteri yang tidak terpahami oleh Iblis. Novel yang sangat menarik, karena pemahaman yang keliru sedikit saja akan membuat kita terjebak pada propaganda sang Iblis. Namun setelah saya membaca novel ini, saya bisa menarik konklusi. Selain merupakan makhluk Tuhan yang pintar luar biasa (jadi terasa aneh kalau Tuhan memproklamirkan hanya manusia yang memiliki akal, memangnya Iblis tak punya akal untuk memperdaya kita ?), Iblis juga sangat cerdas dan mampu memanfaatkan semua momen. Jadi sepertinya kita harus rendah diri mengakui bahwa akal yang diberikan kepada kita manusia mungkin saja tidak ada artinya dibanding dengan akal yang dimiliki sang Iblis.
Terima kasih Shawni …

Ambarawa, 11 Juni 2006

Tidak ada komentar: